1. Keagenan atau
Distributor
Dalam
kegiatan bisnis keagenan biasanya diartikan sebagai hubungan hokum dimana
seseorang atau pihak agen diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama orang atau
pihak prinsipal untuk melaksanakan transaksi bisnis dengan pihak lain. Jadi
keagenan adalah adanya wewenang yang dipunyai oleh agen yang bertindak untuk
dan atas nama prinsipal. Prinsipal akan bertanggung jawab atas
tindakan-tindakan oleh seorang agen, sepanjang hal tersebut dilakukan dalam
batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya. Dengan perkataan lain bila
seorang agen ternyata bertindak melampaui batas wewenangnya, maka agen itu
sendiri bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya tadi.
Sedangkan
distributor tidak bertindak untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya sebagai
distributor ( supplier) atau manufacture. Distributor bertindak hanya untuk dan
atas nama sendiri.
Dalam
perjanjian bisnis yang diadakan antara agen atau distributor dengan
prinsipalnya, biasanya dilakukan dengan membuat suatu kontrak keluargayang
isinya ditentukan oleh para pihak sesuai dengan kepentingan para pihak
tersebut, supaya tidak bertentangan dengan hokum dan kesusilaan sesuai pasal
1388 KUH Perdata. Apabila agen atau distributor ingin mengalihkan haknya kepada
pihak lain baik sebagian maupun seluruhnya, tentu dibolehkan sesuai dengan isi
pasal 1338 KUH Perdata mengenai hk kebebasan berkontrak. Dalam praktik
perjanjian yang diadakan antar para pihak terdapat tiga kemungkinan variasi
yang terjadi yaitu :
1. Dinyatakan bahwa
masing-masing pihak baik prinsipal maupun agen tidak berhak untuk mengalihkan
sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya, tanpa adanya persetujuan dari pihak
lain.
2. Prinsipal boleh
mengalihkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga tetapi
agen tidak.
3. Prinsipal boleh mengalihkan
apa yang menjadi hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga, akan tetapi agen
hanya diperbolehkan untuk mengalihkan hak dan kewajibannya apabila diperoleh
persetujuan untuk itu dari pihak prinsipal.
Dalam
perjanjian juga para pihak biasanya akan merumuskan secara jelas peristiwa
apa-apa saja yang menjadi perselisihan (events of defaults) yang memberikan
dasar bagi masing-masing pihak untuk mengutus perjanjian atau distributor. Yang
dikategorikan sebagai events of de faults antara lain :
1. Apabila agen
distributor lalai melaksanakan kewajibannya, sebagaimana tercantum pada
perjanjian keagenan atau distributor termasuk kewajiban melakukan pembayaran.
2. Apabila agen atau
distributor melaksanakan apa yang sebenarnya tidak boleh di lakukan
3. Apabila para pihak
jatuh pailit
4. Keadaan-keadaan lain
yang menyebabkan para pihak tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi
kewajiban.
2. Francissing (hak
monopoli)
Francise
pada mulanya dipandang bukan sebagai suatu usaha (bisnis), melainkan sebagai
suatu konsep atau metode system pemasaran yg dapat digunakan sebagai suatu
perusahaan (Francisor) untuk mengembangkan pemasarannya tanpa melakukan
investasi langsung pada outlet atau tempat penjualan, melainkan dengan
melibatkan kerja sama dengan pihak lain (Francisee) selaku pemilik outlet.
Kata
Francisee berasal dari Bahasa Prancis yang berarti bebas atau lebih lengkap
lagi bebas dari perhambaan (free from servitude) dalam bidang bisnis francisee
berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri
suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.
Francisee
merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk
memasarkan suatu produk atau jasa kemasyarakat. Yang lebih spesifiknya lagi
franchising adalah suatu konsep pemasaran.
Perusahaan
yang memberikan lisensi disebut franchisor dan penyalurnya disebut francisi.
Perusahaan kecil mendefinisikan francisi sebagai suatu system dan distributor
dimana suatu perusahaan yang dimiliki oleh seseorang diselenggarakan
seolah-olah merupakan bagian yang besar, lengkap dengan nama produk, merek
dagang, prosedur penyelengaraan standard dan produk penyelengaraan standar.
Ada empat hal yang
menonjol dalam hal pemasaran konsep francise yaitu :
1. Product
2. Price
3. Place (Distribution)
4. Promotion
Francise
dapat didefinisikan sebagai suatu system pemasaran dan distributor barang dan
jasa, dimana sebuah perusahaan induk atau franchisor memberikan kepada individu
atau perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah ( francise) hak-hak
istimewa untuk melaksanakan suatu system usaha tertentu dengan cara yang sudah
ditentukan, selama waktu tertentu, disuatu tempat tertentu.
British
Franchise Association (BFA) mendefinisikan franchise sebagai berikut :
Franchise adalah contractual licence yang diberikan oleh suatu pihak
(franchisor) kepada pihak lain (franchisee) yang :
a. Mengizinkan Franchisee
untuk menjalankan usaha selama periode franchise berlangsung, suatu usaha
tertentu yang menjadi milik franchisor.
b. Franchisor berhak
untuk menjalankan control yang berlanjut selama eriode franchisor.
c. Mengharuskan
franchisor untuk memberikan bantuan pada franchise dalam melaksanakan usahanya
sesuai dengan subjek franhisenya (berhubungan dengan pemberian pelatihan,
merchandising atau lainnya).
d. Membayar kepada
franchisor suatu jumlah tertentu (biasanya sebagai suatu honorarium dalam
perusahaan yang tetap).
e. Membangun atau bila
tidak, menyediakan suatu fasilitas perusahaan seperti yang disetujui lhe
franchisor.
f. Membeli persediaan dan
material standar lainnya dari franchisor atau dari leveransir yang telah
disetujui.
A. Karakteristik Dasar
Franchise
1. Harus ada suatu
perjanjian (kontrak) tertulis, yang mewakili kepentingan yang seimbang antara
franchisor dengan franchisee. Isi kontrak pada dasarnya dapat dinegosiasi. Isi
kontrak hendaknya didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
2. Franchisor harus
memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang akan dimasukinya. Juga
memelihara kelangsungan usaha franchise dengan memberikan dukungan dalam
berbagai aspek bisnis (misalnya periklanan, supervise, dan sebgainya).
3. Franchisee
dipeerbolehkan (dalam kendali franchisor) beroperasi dengan menggunakan
nama/merek dagang, format dan atau prosedur, serta segala nama (reputasi) baik
yang dimiliki franchisor.
4. Franchisee harus
mengadakan investasi yang berasal dan sumber dananya sendiri atau dengan
dukungan sumber dana lain (misalnya kredit perbankan). Pada outlet (tempat
penjualan) yang dikelola franchisee, tidak ada inventasi langsung dari
franchisor. Yang lazim adalah pengadaan peraltan dengan fasilitas leasing atau
barang degangan secara cicilan oleh franchosir, atau pengadaan gedung oleh
franchisor yang disewakan kepada franchisor ke dalam unit usaha yang dikelola
franchisee.
5. Franchisee berhak
secara penuh mengelola bisnisnya sendiri.
6. Franchisee membayar
fee dan atau royalty kepada franchisor atas hak yang didapatnya dan atas
bantuan yang terus-menerus diberikan oleh franchisor.
Royalti umumnya hanya
dikenakan oleh franchisor tertentu yng sudah memiliki merek dagang yang
terkenal. Sendngkan fee merupakan bentuk beban (charge) yang umum dikenakan
oleh franchisor.
7. Franchisee berhak
memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah satu-satunya pihak yang
berhak memasarkan barang atau jasa yang dihasilkannya.
8. Transaksi yang terjadi
antara franchisor dengan franchisee bukan merupakan transaksi yang terjadi
antara cabang dari perusahaan induk yang sama, atau antara individu dengan
perusahaan yang dikontrolnya.
B. Keuntungan dan
kerugian Franchise
Setiap hubungan bisnis
yang ada selalu saja ada factor kerugian dan keuntungannya. Demikian juga
dengan bisnis franchise ada keuntungan dan kerugian yang terjadi di dalamnya.
Keuntungan dari bisnis franchise dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Diberikannya latihan
dan pengarahan yang diberikan oleh franchisor. Latihan awal ini diikuti oleh
pengawasan yang berlanjut.
2. Diberikannya bantuan
financial dari franchisor. Biaya permulaan tinggi, dan sumber modal dari
pengusaha sering terbatas. Bila prospek usaha dianggap suatu risiko yang baik,
franchisor sering memberikan dukungan finansial kepada franchisee.
3. Diberikannya
penggunaan nama perdagangan, produk atau merek yang telah dikenal. Nama-nama
seperti Wendy’s, Perwakilan Walgreen, Dairy Queen, Holiday Inn, Mc Donald’s dan
NAPA tentu telah dikenal secara luas.
Sedangkan kerugian dalam
bisnis franchise antara lain sebagai berikut :
1. Adanya program latihan
yang dijanjikan oleh franchisor kadangkala jauh dari apa yang diinginkan oleh
franchisee.
2. Perincian setiap hari
tentang penyelenggaraan perusahaan sering diabaikan.
3. Hanya sedikit sekali
kebebasan yang diberikan kepada franchisee untuk menjalankan akal budi mereka
sendiri. Mereka mendapatkan diri mereka terikat pada suatu kontrak yang
melarang untuk membeli baik perlatan maupun perbekalan dari tempat lain.
4. Pada bisnis franchise
jarang mempunyai hak untuk menjual perusahaan kepada pihak ketiga tanpa
terlebih dahulu menawarkannya kepada franchisor dengan harga yang sama.
4. Penggabungan Perseroan
Terbatas (Joint Venture)
Kata joint-venture kalau
diterjemahkan dapat berarti berusaha secara bersama-sama. Usaha bersama
tersebut dapat mencakup semua jenis kerja sama. Seorang ahli bernama friedman
membedakan adanya dua macam joint-venture yaitu :
a. Joint-venture yang
tidak melaksanakan penggabungan modal, sehingga kerja sama tersebut hanya
terbata pada know-how yang dibwa ke dalam joint venture. Know-how disini
mencakup “technical service agreements, franchise and brand use agreement,
construction and other job performance contracts, management contracts and
rental agreements”. Menurut Friedman, penggabungan know-how ke dalam joint
venture biasanya merupakan babak pertama menuju kerja sama berdasarkan
penggabungan modal.
b. Jenis kedua adalah
joint venture yang ditandai oleh partisipasi modal. Untuk membedakan jenis
pertama dengan jenis kedua, friedman menggunakan istilah joint venture untuk
yang pertama, dan equity joint venture untuk jenis yang kedua.
5. Bangun guna Serah (Build,
Opera and Transfer = BOT )
Lembaga BOT sebagai
bentuk hubungan bisnis yang terakhir ini tampaknya masih jarang dikenal oleh
masyarakat luas. Namun dalam praktik bisnis sehari-hari bentuk lembaga BOT
sudah mulai berjalan dan menjadi perhatian yang menarik untuk ditelusuri lebih
jauh.
Menurut Keputusan Menteri
Keuangan Nomor :248/KMK.04/1995 Tanggal 2 Juni 19945, di sebutkan bahwa yang di
maksud dengan Bangun Guna Serah adalah suatu bentuk perjanjian kerja sama yang
di lakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan
bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan
bangunan selama masa perjanjian Bangun Guna Serah (BOT), dan mengalihkan
kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa
Bangun Guna Serah berakhir
0 komentar:
Posting Komentar