Senin, 05 Februari 2018

Hubungan Bisnis




1. Keagenan atau Distributor
Dalam kegiatan bisnis keagenan biasanya diartikan sebagai hubungan hokum dimana seseorang atau pihak agen diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama orang atau pihak prinsipal untuk melaksanakan transaksi bisnis dengan pihak lain. Jadi keagenan adalah adanya wewenang yang dipunyai oleh agen yang bertindak untuk dan atas nama prinsipal. Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan oleh seorang agen, sepanjang hal tersebut dilakukan dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya. Dengan perkataan lain bila seorang agen ternyata bertindak melampaui batas wewenangnya, maka agen itu sendiri bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya tadi. 
Sedangkan distributor tidak bertindak untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya sebagai distributor ( supplier) atau manufacture. Distributor bertindak hanya untuk dan atas nama sendiri. 
Dalam perjanjian bisnis yang diadakan antara agen atau distributor dengan prinsipalnya, biasanya dilakukan dengan membuat suatu kontrak keluargayang isinya ditentukan oleh para pihak sesuai dengan kepentingan para pihak tersebut, supaya tidak bertentangan dengan hokum dan kesusilaan sesuai pasal 1388 KUH Perdata. Apabila agen atau distributor ingin mengalihkan haknya kepada pihak lain baik sebagian maupun seluruhnya, tentu dibolehkan sesuai dengan isi pasal 1338 KUH Perdata mengenai hk kebebasan berkontrak. Dalam praktik perjanjian yang diadakan antar para pihak terdapat tiga kemungkinan variasi yang terjadi yaitu :

1. Dinyatakan bahwa masing-masing pihak baik prinsipal maupun agen tidak berhak untuk mengalihkan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya, tanpa adanya persetujuan dari pihak lain.
2. Prinsipal boleh mengalihkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga tetapi agen tidak.
3. Prinsipal boleh mengalihkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga, akan tetapi agen hanya diperbolehkan untuk mengalihkan hak dan kewajibannya apabila diperoleh persetujuan untuk itu dari pihak prinsipal.
Dalam perjanjian juga para pihak biasanya akan merumuskan secara jelas peristiwa apa-apa saja yang menjadi perselisihan (events of defaults) yang memberikan dasar bagi masing-masing pihak untuk mengutus perjanjian atau distributor. Yang dikategorikan sebagai events of de faults antara lain :

1. Apabila agen distributor lalai melaksanakan kewajibannya, sebagaimana tercantum pada perjanjian keagenan atau distributor termasuk kewajiban melakukan pembayaran.


2. Apabila agen atau distributor melaksanakan apa yang sebenarnya tidak boleh di lakukan 
3. Apabila para pihak jatuh pailit
4. Keadaan-keadaan lain yang menyebabkan para pihak tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi kewajiban.

2. Francissing (hak monopoli)
Francise pada mulanya dipandang bukan sebagai suatu usaha (bisnis), melainkan sebagai suatu konsep atau metode system pemasaran yg dapat digunakan sebagai suatu perusahaan (Francisor) untuk mengembangkan pemasarannya tanpa melakukan investasi langsung pada outlet atau tempat penjualan, melainkan dengan melibatkan kerja sama dengan pihak lain (Francisee) selaku pemilik outlet.
Kata Francisee berasal dari Bahasa Prancis yang berarti bebas atau lebih lengkap lagi bebas dari perhambaan (free from servitude) dalam bidang bisnis francisee berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.
Francisee merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan suatu produk atau jasa kemasyarakat. Yang lebih spesifiknya lagi franchising adalah suatu konsep pemasaran.
Perusahaan yang memberikan lisensi disebut franchisor dan penyalurnya disebut francisi. Perusahaan kecil mendefinisikan francisi sebagai suatu system dan distributor dimana suatu perusahaan yang dimiliki oleh seseorang diselenggarakan seolah-olah merupakan bagian yang besar, lengkap dengan nama produk, merek dagang, prosedur penyelengaraan standard dan produk penyelengaraan standar.

Ada empat hal yang menonjol dalam hal pemasaran konsep francise yaitu :
1. Product
2. Price
3. Place (Distribution)
4. Promotion

Francise dapat didefinisikan sebagai suatu system pemasaran dan distributor barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk atau franchisor memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah ( francise) hak-hak istimewa untuk melaksanakan suatu system usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu, disuatu tempat tertentu.

British Franchise Association (BFA) mendefinisikan franchise sebagai berikut : Franchise adalah contractual licence yang diberikan oleh suatu pihak (franchisor) kepada pihak lain (franchisee) yang :
a. Mengizinkan Franchisee untuk menjalankan usaha selama periode franchise berlangsung, suatu usaha tertentu yang menjadi milik franchisor.
b. Franchisor berhak untuk menjalankan control yang berlanjut selama eriode franchisor.
c. Mengharuskan franchisor untuk memberikan bantuan pada franchise dalam melaksanakan usahanya sesuai dengan subjek franhisenya (berhubungan dengan pemberian pelatihan, merchandising atau lainnya).
d. Membayar kepada franchisor suatu jumlah tertentu (biasanya sebagai suatu honorarium dalam perusahaan yang tetap).
e. Membangun atau bila tidak, menyediakan suatu fasilitas perusahaan seperti yang disetujui lhe franchisor.
f. Membeli persediaan dan material standar lainnya dari franchisor atau dari leveransir yang telah disetujui.

A. Karakteristik Dasar Franchise
1. Harus ada suatu perjanjian (kontrak) tertulis, yang mewakili kepentingan yang seimbang antara franchisor dengan franchisee. Isi kontrak pada dasarnya dapat dinegosiasi. Isi kontrak hendaknya didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
2. Franchisor harus memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang akan dimasukinya. Juga memelihara kelangsungan usaha franchise dengan memberikan dukungan dalam berbagai aspek bisnis (misalnya periklanan, supervise, dan sebgainya).
3. Franchisee dipeerbolehkan (dalam kendali franchisor) beroperasi dengan menggunakan nama/merek dagang, format dan atau prosedur, serta segala nama (reputasi) baik yang dimiliki franchisor.
4. Franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dan sumber dananya sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain (misalnya kredit perbankan). Pada outlet (tempat penjualan) yang dikelola franchisee, tidak ada inventasi langsung dari franchisor. Yang lazim adalah pengadaan peraltan dengan fasilitas leasing atau barang degangan secara cicilan oleh franchosir, atau pengadaan gedung oleh franchisor yang disewakan kepada franchisor ke dalam unit usaha yang dikelola franchisee.
5. Franchisee berhak secara penuh mengelola bisnisnya sendiri.
6. Franchisee membayar fee dan atau royalty kepada franchisor atas hak yang didapatnya dan atas bantuan yang terus-menerus diberikan oleh franchisor.
Royalti umumnya hanya dikenakan oleh franchisor tertentu yng sudah memiliki merek dagang yang terkenal. Sendngkan fee merupakan bentuk beban (charge) yang umum dikenakan oleh franchisor.
7. Franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah satu-satunya pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang dihasilkannya.
8. Transaksi yang terjadi antara franchisor dengan franchisee bukan merupakan transaksi yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang sama, atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.
B. Keuntungan dan kerugian Franchise
Setiap hubungan bisnis yang ada selalu saja ada factor kerugian dan keuntungannya. Demikian juga dengan bisnis franchise ada keuntungan dan kerugian yang terjadi di dalamnya. Keuntungan dari bisnis franchise dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Diberikannya latihan dan pengarahan yang diberikan oleh franchisor. Latihan awal ini diikuti oleh pengawasan yang berlanjut.
2. Diberikannya bantuan financial dari franchisor. Biaya permulaan tinggi, dan sumber modal dari pengusaha sering terbatas. Bila prospek usaha dianggap suatu risiko yang baik, franchisor sering memberikan dukungan finansial kepada franchisee.
3. Diberikannya penggunaan nama perdagangan, produk atau merek yang telah dikenal. Nama-nama seperti Wendy’s, Perwakilan Walgreen, Dairy Queen, Holiday Inn, Mc Donald’s dan NAPA tentu telah dikenal secara luas.

Sedangkan kerugian dalam bisnis franchise antara lain sebagai berikut :
1. Adanya program latihan yang dijanjikan oleh franchisor kadangkala jauh dari apa yang diinginkan oleh franchisee. 
2. Perincian setiap hari tentang penyelenggaraan perusahaan sering diabaikan.
3. Hanya sedikit sekali kebebasan yang diberikan kepada franchisee untuk menjalankan akal budi mereka sendiri. Mereka mendapatkan diri mereka terikat pada suatu kontrak yang melarang untuk membeli baik perlatan maupun perbekalan dari tempat lain.
4. Pada bisnis franchise jarang mempunyai hak untuk menjual perusahaan kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu menawarkannya kepada franchisor dengan harga yang sama.
4. Penggabungan Perseroan Terbatas (Joint Venture)
Kata joint-venture kalau diterjemahkan dapat berarti berusaha secara bersama-sama. Usaha bersama tersebut dapat mencakup semua jenis kerja sama. Seorang ahli bernama friedman membedakan adanya dua macam joint-venture yaitu :

a. Joint-venture yang tidak melaksanakan penggabungan modal, sehingga kerja sama tersebut hanya terbata pada know-how yang dibwa ke dalam joint venture. Know-how disini mencakup “technical service agreements, franchise and brand use agreement, construction and other job performance contracts, management contracts and rental agreements”. Menurut Friedman, penggabungan know-how ke dalam joint venture biasanya merupakan babak pertama menuju kerja sama berdasarkan penggabungan modal.
b. Jenis kedua adalah joint venture yang ditandai oleh partisipasi modal. Untuk membedakan jenis pertama dengan jenis kedua, friedman menggunakan istilah joint venture untuk yang pertama, dan equity joint venture untuk jenis yang kedua.

5. Bangun guna Serah (Build, Opera and Transfer = BOT )
Lembaga BOT sebagai bentuk hubungan bisnis yang terakhir ini tampaknya masih jarang dikenal oleh masyarakat luas. Namun dalam praktik bisnis sehari-hari bentuk lembaga BOT sudah mulai berjalan dan menjadi perhatian yang menarik untuk ditelusuri lebih jauh.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor :248/KMK.04/1995 Tanggal 2 Juni 19945, di sebutkan bahwa yang di maksud dengan Bangun Guna Serah adalah suatu bentuk perjanjian kerja sama yang di lakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian Bangun Guna Serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa Bangun Guna Serah berakhir

Pengertian kepailitan dan Dasar hukum kepailitan


Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.
Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.
Terminologi Kepailitan dalam Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero
Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia
Sejarah masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri sendiri.
Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan (UUPK).
Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu. Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan kembali.

Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.

Perkembangan Substansi Hukum

Terdapat sebahagian perubahan mengenai substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:

1.Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan masalah Frame Time.

2.Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan. Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.

3.Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.

4.Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah mempunyai/memiliki izin praktek.

5.Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat mengjaukan permohonan kepailitan.

Pertanyaan: UU Kepailitan melindungi siapa? apakah Melindungi Pihak Kreditor atau Debitor?
Jawab: Melndungi hak kedua-dua pihak baik kreditor maupun debitor, hal tersebut terdapat dalam pasal-pasal UUK. Mengenai Pasal-pasal tersebut dapat dilihat dalam pembahasan mengenai Hukum Kepailitan selanjutnya.

Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit
•Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
•Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.

Siapakah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?

Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:
1.Pihak Debitor itu sendiri
2.Pihak Kreditor
3.Jaksa, untuk kepentingan umum
4.Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
5.Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
6.Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.

Yang perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri) , adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta.

Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia

Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:
•UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
•UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
•UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
•UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
•Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
•Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)



Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)



a. Pengertian

 Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
     Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal.
 Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

b. Latar Belakang PMDN
Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan factor yang sangat penting dan menentukan

Perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dengan cara rehabilitasi pembaharuan, perluasan , pemnbangunan dalam bidang produksi barang dan jasa
•Perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mendorong investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia
• Dibukanya bidang-bidang usaha yang diperuntukan bagi sector swasta
•Pembangunan ekonomi selayaknya disandarkan pada kemampuan rakyat Indonesia sendiri
•Untuk memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki oleh orang asing
•Penanaman modal (investment), penanaman uang aatau modal dalam suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dari usaha tsb. Investasi sebagai wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara atau menaikkan nilai atau memberikan hasil yang positif
•Pasal 1 angka 2 UUPM meneyebutkan bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri
•Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal dalam negeri adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia, Negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1 angka 5 UUPM)
•Bidang usaha yang dapat menjadi garapan PMDN adalah semua bidang usaha yang ada di Indonesia
•Namun ada bidang-bidang yang perlu dipelopori oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah . midal: yang berkaitan dengan rahasia dan pertahanan Negara
•PMDN di luar bidang-bidang tersebut dapat diselenggarakan oleh swasta nasional. Midsal : perikanan,perkebunan, pertanian, telekomunikasi, jasa umum, perdaganagan umum
•PMDN dapat merupakan sinergi bisnis antara modal Negara dan modal swasta nasional. Misal: di bidang telekomunikasi,perkebunan

c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi PMDN
•Potensi dan karakteristik suatu daerah
•Budaya masyarakat
•Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional
•Peta politik daerah dan nasional
•Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan local dan peraturan daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi

d. Syarat-syarat PMDN
•Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat Indonesia (Ps 1:1 UU No. 6/1968) baik langsung maupun tidak langsung
•Pelaku Investasi : Negara dan swasta. Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia
•Bidang usaha : semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau dirintis oleh pemerintah
•Perizinan dan perpajakan : memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Antara lain : izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dll
•Batas waktu berusaha : merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah
•Tenaga kerja: wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan)

e. Tata Cara PMDN
•Keppres No. 29/2004 ttg penyelenggaraan penanam modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui system pelayanan satu atap.

• Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka perlu menyederhanakan system pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan satu atap.
• Diundangkan peraturan perundang-undnagan yang berkaitan dengan otonomi daerah, maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN
 • BKPM. Instansi pemerintah yang menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN
 • Pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM berdasarkan pelimpahan kewenagan dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Dept yang membina bidang-bidang usaha investasi ybs melalui pelayanan satu atap
 • Gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal kepada BKPM melalui system pelayanan satu atap;
 • Kepala BKPM dalam melaksanakan system pelayanan satu atap berkoordinasi dengan instansi yang membina bidang usaha penanaman modal
 • Segala penerimaan yang timbul dari pemberian pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal oleh BKPM diserahkan kepada isntansi yang membidangi usaha penanaman modal


Penanaman Modal Asing (PMA)



a) Pengertian

Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
 Penanaman Modal di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal).
 Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.

b) Fungsi Penanaman Modal Asing bagi Indonesia

1) Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
 2) Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk perbaikan struktural agar menjadi lebih baik lagi.
 3) Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan.
 4) Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu mengurangi pengangguran.
 5) Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.
 6) Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari sebelumnya.
 7) Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh penanam modal.


 c) Tujuan Penanaman Modal Asing

 1) Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan lain-lain.
 2) Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain
 3) Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik.
  4) Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu Negara

d) Faktor yang Mempengaruhi Berkurangnya PMA

 1) Instabilitas Politik dan Keamanan.
 2) Banyaknya kasus demonstrasi/ pemogokkan di bidang ketenagakerjaan.
 3) Pemahaman yang keliru terhadap pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah serta belum lengkap dan jelasnya pedoman menyangkut tata cara pelaksanaan otonomi daerah.
 4) Kurangnya jaminan kepastian hukum.
 5) Lemahnya penegakkan hukum.
 6) Kurangnya jaminan/ perlindungan Investasi.
 7) Dicabutnya berbagai insentif di bidang perpajakkan
 8) Masih maraknya praktek KKN
 9) Citra buruk Indonesia sebagai negara yang bangkrut, diambang disintegrasi dan tidak berjalannya hukum secara efektif makin memerosotkan daya saing Indonesia dalam menarik investor untuk melakukan kegiatannya di Indonesia.
 10) Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia


 e) Hal – Hal yang Perlu Dipertimbangkan dalam PMA

1) Bagi Investor
 • Adanya kepastian hukum.
 • Fasilitas yang memudahkan transfer keuntungan ke negara asal.
 • Prospek rentabilitas, tak ada beban pajak yang berlebihan.
 • Adanya kemungkinan repatriasi modal (pengambilalihan modal oleh pemerintah pusat dan daerah) atau kompensasi lain apabila keadaan memaksa.
 • Adanya jaminan hukum yang mencegah kesewenang-wenangan.

 2) Bagi Penerima Investasi
 • Pihak penerima investasi harus sadar bahwa kondisi sosial, politik, ekonomi negaranya menjadi pusat perhatian investor.
 • Dicegah tindakan yang merugikan negara penerima investasi dalam segi ekonomis jangka panjang dan pendek.
 • Transfer teknologi dari para investor.
 • Pelaksanaan investasi langsung atau investasi tidak langsung betul-betul dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan (mutual benefit) dan terutama pembangunan bagi negara/ daerah penerima. 

f) Faktor Penarik Investor Asing

·       Transparansi pasar keuangan dalam informasi yang terpercaya yang mengalir dalam suatu aliran yang stabil. Tidak adanya transparansi selama proses investasi dapat sangat membatasi rentang perhatian para investor asing.
·       Pasar finansial yang terbuka harus dibebaskan dari kendali pemerintah langsung dan perdagangan bawah tangan (insider trading).
·       Adanya aturan hukum para ahli ekonomi yang telah disepakati.
·       Nilai tukar yang fleksibel. Sehingga memudahkan para investor untuk berinvestasi.


Pengertian Surat Berharga



Pengertian Surat Berharga

Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil Z: 2004)
Surat Berharga /waarde papier / negotiable instrument adalah :Sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut , baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan. Contoh : Cek, wesel , Saham , Obligasi , dll.
Pengertian Surat Berharga adalah - Dalam lalu lintas perniagaan atau perusahaan, selain uang kertas, yang biasa digunakan dan dikenal dalam kehidupan sehari-hari, orang juga masih mengenal (khususnya kalangan pebisnis) surat-surat atau akta-akta lain yang bernilai uang. Surat-surat semacam ini disebut surat perniagaan (handelspapieren), yang terdiri dari surat berharga (waarde papieren) dan surat yang berharga (papieren van waarde).

Istilah surat berharga merupakan terjemahan dari bahasa Belanda waarde papieren. Waarde berarti nilai dan dalam KUHD, waarde diartikan berharga dan papieren berarti kertas, sehingga waarde papieren berarti kertas berharga. (H. Boerhanoeddin S.Batoeah, Surat-Surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, Binacipta, Jakarta, 1980, hal 27)
Disamping istilah waarde papieren diatas, surat berharga saat ini sering juga disebut negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, dan commercial papers. Sedangkan surat yang berharga atau surat yang mempunyai nilai dikenal dengan sebutan papieren van waarde atau juga disebut letter of value.
Surat berharga atau commercial paper (negotiable instruments) merupakan alat bayar dalam transaksi perdagangan modern saat ini. Surat berharga ini digunakan sebagai pengganti uang yang selama ini telah digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan khususnya oleh kalangan pebisnis atau para pengusaha. Hal ini disebabkan karena menggunakan surat berharga dianggap lebih aman, praktis, dan merupakan suatu prestise tersendiri (lebih bonafit), sedang menjadi mode atau trend , surat berharga sudah menjadi komoditi dalam kegiatan bisnis atau objek perjanjian, sehingga lebih menguntungkan dan lebih bervariasi.
Secara yuridis istilah surat berharga dan surat yang berharga sangat berbeda fungsi dan penggunaannya. Surat berharga diterbitkan untuk alat pembayaran, sedangkan surat yang berharga hanya sebagai alat bukti bagi orang yang namanya tertera dalam surat tersebut atau sebagai alat bukti diri bagi sipemegang atau orang yang menguasai surat tersebut.(Ibid, hal 29.) Misalnya Ijazah, KTP, sertifikat, piagam, tabanas dan lain sebagainya.
Pengertian secara autentik tentang surat berharga ini tidak ditemukan dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang), namun terdapat beberapa pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut. Surat berharga atau surat yang berharga adalah akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.
Jadi, surat berharga dapat dijadikan sebagai alat bukti atas suatu tuntutan terhadap penandatanganan surat tersebut, tuntutan itu dapat dipenuhi dengan membawa dan menyerahkan alat bukti yakni surat berharga yang dimaksud.
Secara yuridis surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.Sebagai alat pembayaran (alat tukar).
2.Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjual belikan.
3.Sebagai surat legitimasi (surat bukti hak tagih).

Tujuan dari penerbitan surat-surat berharga adalah adanya hak mendapatkan pembayaran dan dapat mengalihkan barang. Yang berarti bahwa dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk mendapatkan pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah barang tertentu yang dapat diperjualbelikan.

Di bawah ini terdapat sejumlah pengertian surat berharga yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum :

a) Wirjono Projodikoro :
Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).(Prodjodikoro, Wirjono. Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia. Bandung: Penerbit Sumur Bandung, 1961, hal 13.)
b) Abdulkadir Muhammad :
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. (Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT.Aditya Bakti, Bandung, 1993.)


c) Purwosutjipto :

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.(“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta.) Ada 3 (tiga) unsur yang terkandung di dalam pengertian surat berharga di atas:

1.Unsur pertama: surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang. Maksudnya ialah, surat/akta yang ditandatangani oleh debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa yang tercantum dalam akta itu.
2.Unsur kedua: surat berharga sebagai pembawa hak. Yang dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada surat berharga itu. Kalau surat berharga itu hilang atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang.
3.Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan toonder)”. Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik (dari tangan ke tangan). Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata.

d)  Emmy Pangaribuan Simanjuntak :
Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.(Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, hal 23.)

e) Heru Supraptomo :
Suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada. (Perlu Kehatian-hatian Dalam Membeli Surat Berharga, Kompas, 8 Mei 1996, Jakarta. 30Siapa saja peminat Surat Berharga, Kompas, 27 Mei 1996, Jakarta.)



f) Rasjim Wiraatmadja :
Surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.30 Fungsi utamanya adalah dapat diperdagangkan atau dialihkan.
Dari pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar hukum di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri utama surat berharga adalah dapat dipindahtangankan atau dialihkan (negotiable instruments), diperdagangkan atau diperjualbelikan.
Dengan mendasarkan pada salah satu ciri itu saja, ada beberapa pakar atau pihak yang berpendapat bahwa surat berharga dimaksud meliputi semua surat atau instrumen yang dapat diperdagangkan ataupun dapat diperjualbelikan sehingga mengandung pengertian yang sangat luas.
Pengertian tersebut di samping mencakup aksep, promes, wesel, cek termasuk pula surat atau instrumen lain yang diatur dalam KUHD yaitu saham, surat angkut, kuitansi, polis asuransi, persetujuan sewa kapal (charter party), konosemen, dan delivery order, surat atau instrumen yang diatur di luar KUHD, yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat deposito, obligasi, traveller’s cheque bahkan surat atau instrumen lainnya yaitu bilyet deposito berjangka, buku tabungan, surat angkutan udara dan bilyet giro. (Wahyu Widiastuti, “Commercial Paper Lalu Lintas Tanpa Polisi”, Infobank, Edisi Khusus Agustus No.214, Jakarta, 1997.)
Pengertian yang sangat luas ini mencakup semua surat atau instrumen yang mempunyai nilai uang dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Pengertian tersebut tampaknya berasal dari istilah surat uang berharga (papieren van waarde). Surat berharga disebut juga Commercial Paper, dan sering juga disebut dengan negotiale instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan).
Namun, beberapa negotiable instruments tidak harus berupa surat berharga. Surat berharga mengacu pada suatu jenis benda tertentu yang dipergunakan sebagai alat membayar hutang. Benda ini pada dasarnya merupaakan cek, yang ditulis atau ditarik dari rekening yang disimpan pada suatu lembaga keuangan oleh orang yang menulis cek tersebut. Meskipun sampai sekarang di negara kita belum memiliki undang-undang tentang surat berharga, namun dalam KUHD telah diatur jenis-jenis surat atau instrumen yang berdasarkan ciri-cirinya dikategorikan sebagai surat berharga.
Negotiable instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan) adalah secarik kertas, yang mempunyai kelengkapan formal tertentu, yang membuktikan adanya suatu hutang dari seseorang kepada orang lainnya. Jika orang yang menulis negotiable instruments berjanji untuk membayar langsung hutangnya, instrumen tersebut disebut note.
Sebaliknya jika orang yang menulis instrumen tersebut memerintahkan pihak ketiga (misalnya bank) untuk membayar, instrumen tersebut disebut draft. Tidak seperti perjanjian kontrak untuk membayar hutang, negotiable instruments dapat dialihkan kepada pihak ketiga dan biasanya bebas dialihkan tanpa ada kewajiban dari si penerima pembayaran (payee) untuk memenuhi tuntutan membayar hutang ketika hutang jatuh tempo dari pihak yang mengeluarkan negotiable instrument pertama kalinya. (“Menimbang Resiko Commercial Paper”, Republika, 13 Januari 1997, Jakarta.)
Hal penting lainnya dari suatu negotiable instrument adalah bahwa jumlah hutang yang disebut dalam instrumen tersebut tergabung dalam surat hutang tersebut. Karena penggabungan ini, maka ketika seseorang memberikan negotiable instrument untuk pembayaran suatu hutang, orang tersebut tidak berkewajiban membayar hutangnya sampai pembayaran melalui instrumen itu jatuh tempo. Lebih lanjut negotiable instrument juga mempunyai sifat mudah. Karena dapat digunakan untuk jumlah berapapun, di atas secarik kertas bahkan benda lainnya dan dengan mudah disimpan dalam tas yang paling kecil.
Akan tetapi, negotiable instrument tidak selalu dapat diandalkan atau dipercaya, karena pada dasarnya adalah suatu janji pribadi untuk membayar, nilainya terbatas pada tanggung jawab keuangan orang atau pihak yang menulisnya. Jika orang tersebut menghilang atau bangkrut, nilai dari instrumen tersebut menjadi hilang dan pihak ketiga atau seterusnya yang terlibat didalamnya akan menderita kerugian.
Makin besar kredibilitas seseorang atau pihak yang mengeluarkan surat berharga, makin besar pula kepercayaan pada surat berharga tersebut. Solusi (jalan keluar) atas masalah kemudahan dan keamanan dari surat berharga sebagai janji untuk membayar dilakukan dengan mengadaptasi negotiable instrument lainya yaitu yang disebut draft, yang berfungsi sebagai dasar dari sistem cek.
Pada kenyataannya harus diakui bahwa sebenarnya pengertian mengenai surat berharga (commercial paper) belum memperoleh kesamaan pendapat diantara para ahli bahkan di seluruh dunia. Ada yang menganut pandangan luas dan mengartikan surat berharga mencakup instrumen-instrumen yang dengan mudah dapat dialihkan (negotiable instrument) dan instrumen-instrumen yang sukar untuk dialihkan (non-negotiable instruments). (Rijanto, “Perlu Waspadai Commercial Paper Yang Jatuh Tempo”, Media Indonesia 11 Maret 1996.) Bahkan di Indonesia, ada yang menterjemahkan surat berharga (commercial paper) menjadi “surat perniagaan” yang kemudian membedakan surat perniagaan menjadi 2 (dua) jenis surat perniagaan, yaitu surat berharga dan surat yang berharga.
Agar bisa dengan mudah membandingkan perbedaan antara surat berharga dengan surat yang berharga, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian surat yang berharga (letter of value) yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum Indonesia :
1.      Abdulkadir Muhammad :
Surat yang berharga (surat yang mempunyai nilai) adalah surat yang tujuan penerbitannya bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut didalamnya. (Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal 52.)
2.      Purwosutjipto :
Surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.(Purwosutjipto, op.cit, hal 35.) Adanya 2 (dua) unsur yang terkandung dalam pengertian surat yang berharga, yaitu:

◦Unsur pertama: surat yang berharga sebagai bukti tuntutan utang. Persolan ini sama saja dengan unsur pertama pada surat berharga yakni surat yang membuktikan adanya hak menuntut utang kepada debitur (penandatangan akta). Tetapi hak menuntut utang kepada debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta hilang atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Adanya hak menuntut utang masih bisa dibuktikan dengan alat pembuktian lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain. Dengan demikian, unsur kedua pada surat berharga yang berbunyi “pembawa hak”, dalam surat yang berharga tidak ada.
◦Unsur kedua: surat yang berharga sukar diperjualbelikan. Kalau surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena akta itu dibuat dengan bentuk “kepada pembawa atau kepada pengganti”, maka sebaliknya surat yang berharga mempunyai sifat sukar  diperjualbelikan karena sengaja dibuat dalam bentuk yang mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk ini adalah:
◾a. Atas nama (op naam) Dalam bentuk ini, nama pemilik akta (kreditur) ditulis dengan jelas  dalam akta, tanpa tambahan apa-apa. Akibat adanya bentuk ini adalah, bila akta ini dipindahtangankan kepada orang lain, maka harus mempergunakan sesi (cessie). Peralihan dengan sesi ini sukar, sebab harus dibuat akta khusus (tersendiri) dan harus ditandatangani oleh penyerah sesi (kreditur lama), penerima sesi (kreditur baru), dan  debitur  asli.  Jadi  ada  tiga tandatangan (pasal 613 ayat 1,2 KUHPerdata).(Lihat Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).)

◾ b. Tidak kepada pengganti  
Apabila penerbit  dalam surat itu  menggunakan ungkapan “tidak kepada pengganti” atau ungkapan  lain  yang  sejenis, maka surat itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain melainkan dengan cara sesi biasa dengan segala akibatnya. Istilah “tidak kepada pengganti” (niet aan order) ini terdapat pada pasal 110 ayat 2 KUHD untuk wesel dan pasal 191 ayat 2 untuk cek.

◾ c. Bentuk lainYang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk tidak dapat diperalihkan kepada orang lain, misalnya: surat titipan sepatu/sandal, karcis kereta api/bioskop, tanda retribusi parkir, dan lain-lain. Termasuk dalam bentuk lain ini adalah surat bukti diri seperti: KTP, Ijazah, SIM, sertifikat, dan lain-lain. Akta ini sekedar untuk memudahkan debitur mengenal krediturnya pada saat prestasi debitur dituntut oleh kreditur.


Fungsi Surat Berharga




Fungsi Surat Berharga secara yuridis adalah sebagai berikut: Sebagai alat pembayaran Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan). Sebagai Surat Legitimasi (Surat Bukti Hak Tagih)
Dilihat dari segi fungsinya , ada 3 macam surat berharga : Surat yang bersifat hukum kebendaaan (zakenrechtelijke papieren) Surat tanda keanggotaan dari persekutuan (lidmaatschaps papieren) Surat tagihan hutang (schuldvorderingspapieren)
Secara fisik Surat Berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi secara hukum dapat mengikat. Teori secara cauisa yuridis suatu surat berharga mempunyai kekuatan mengikat :
a)   Teori Kreasi (Creatie theorie ) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena tindakan penerbit menandatangani surat berharga. Karena penandatanganan tersebut, penerbit terikat meskipun pihak pemegang surat berharga sudah beralih kepada pihak lain dari pemegang semula.
b)   Teori Kepatutan (Redelijkheids theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat dan harus membayar surat berharga kepada siapapun pemegangnya secara patut.
c)   Teori Perjanjian (Overeenkomst theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat karena penerbit telah membuat perjanjian dengan pihak pemegang surat berharga .
d)   Teori Penunjukan (Vertonings theorie) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena p Syarat Syarat-syarat penerbitan surat berharga komersial di Indonesia dapat ditemukan pada ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 5 dari surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 yaitu mengenai kriteria:

1. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari
2. Mencantumkan
a. Klausula kata-kata “Surat Sanggup” di dalam teksnya yang dinyatakan dalam bahasa Indonesia atau kata-kata “Surat Berharga Komersial” dalam commercial paper.
b. Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
c. Penetapan hari bayar
d. Penetapan pembayaran
e. Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantinya
f. Tanggal dan tempat surat sanggup diterbitkan
g. Tanda tangan penerbit

Pada dasarnya surat berharga memiliki kesamaan persyaratan umum yang harus ada pada suatu surat berharga. Persyaratan umum surat berharga itu antara lain:
1. Harus berbentuk tertulis
2. Harus punya nama
3. Tanda tangan jumlah tertentu
4. Perintah/janji tanpa syarat
5. Ada akta perintah atau janji membayar
6. Nama orang yang membayar
7. Hari pembayaran

Fungsi Surat Berharga
Fungsi pokok suatu surat berharga adalah sebagai alat pembayaran, yang kedudukannya menggantikan uang.selain itu surat berharga juga mempunyai fungsi:

· sebagai bukti surat hak tagih
· alat memindahkan hak tagih
· alat pembayaran
· pembawa hak
· sebagai alat memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan sederhana)

Dasar Mengikat Penerbitan Surat Berharga
Dalam penerbitan surat berharga minimal terdapat dua pihak yaitu pihak penerbit dan penerima surat berharga. Pada awalnya kedua pihak terikat pada perikatan dasar. Tindak lanjut dari perikatan yang sudah disepakati tersebut ada satu pihak untuk memenhi prestasi menerbitkan surat berharga. Beberapa dasar mengikat penerbitan surat berharga:
a. teori keasi atau penciptaan (creatietheorie)
b teori kepantasan(redelijk heidstheorie)
c. teori perjanjian (overeenkomst theorie)
d. teori penunjukkan (vertoings theorie)

Awal terbitnya surat berharga tidak akan terlepas dari perjanjian atau selalu didahului suatu atau transaksi/perbuatan hokum para pihak atau dengan kata lain adanya perikatan dasar. Perikatan dasar itu berbentuk perjanjian atau kontrak yang dapat berupa perjanjian jual beli, sewa-menyewa, sewa guna usaha (leasing), pengangkutan dan lain sebagainya. Penerbitan surat berharga merupakan kelanjutan dari perikatan dasarnya sehingga jumlah nilai yang tertera dalam surat perjanjian yang disepakati oleh para pihak.

Penggolongan dan Bentuk-Bentuk Surat Berharga :
1. Surat yang mempunyai sifat kebendaan
2. Surat-surat tanda keanggotaan
3. Surat tagihan hutangihak pemegang surat berharga tersebut menunjukkan surat berharga tersebut kepada penerbit untuk mendapatkan pembayaran