Senin, 16 Oktober 2017

Pendidikan Pancasila Dalam Peranannya Didalam Meningkatkan Semangat Nasionalisme

BAB 1. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Nasionalisme kebangsaan akhir-akhir ini mulai pudar seiring ketidakkonsistenan partai nasionalis yang terjebak dalam jerat kepentingan sesaat. Cita-cita nasionalisme yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 saat ini tidak menyentuh ke dalam semangat berbangsa dan bernegara. Sehingga landasan dasar nasionalisme yang nyata-nyata menegaskan kesejahteraan dan keadilan rakyat seluruh Indonesia belum diperhatikan oleh penyelenggara negara. Timbul gejolak sosial di mana-mana. Itu disebabkan pemerintah tidak serius mensejahterakan rakyat. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan memilukan bagi bangsa yang begitu besar.      
Kondisi sosial kebangsaan yang ambruk disebabkan makin rendahnya kesadaran komponen bangsa ini akan ruh nasionalisme. Erosi kebangsaan agaknya tepat untuk mengansumsikan penyakit kronis yang menghinggapi anak bangsa. Semangat nasionalisme dan patriotisme kalangan muda Indonesia kini diragukan. Semangat itu sudah surut di kalangan anak muda. Tren global dianggap sebagai salah satu pemicunya.
Saat ini banyak anak muda yang terjebak dalam tren global itu, sehingga mereka lupa tanggung jawabnya sebagai tulang punggung bangsa dan negara. Telah terjadi erosi nasionalisme di kalangan anak muda. Contoh, banyaknya anak muda yang terjebak narkoba yang angkanya setiap tahun cenderung meningkat. Mereka juga terjebak kriminalitas, hidup hura-hura, lebih senang meninggalkan belajar, dan terseret arus budaya global yang liberal. Kondisi demikian sangat memprihatinkan, meskipun nasionalisme di kalangan anak muda belum sepenuhnya luntur, karena masih banyak anak muda yang berprestasi.Untuk kembali menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan anak muda, diharapkan nilai-nilai Pancasila semakin dipahami, merenung dan melihat kembali sejarah pemuda dan nilai-nilai Pancasila. Kita perlu merumuskan kembali bagaimana pemuda dapat berkiprah terhadap pembangunan bangsa dan negara.


2. RUMUSAN MASALAH

   1.      Nasionalisme

Ø  Pengertian Nasionalisme
Ø  Faktor – faktor yang mempengaruhi Nasionalisme
Ø  Upaya untuk meningkatkan semangat Nasionalisme

   2.      Pendidikan pancasila

Ø  Peran pendidikan untuk meningkatkan semangat Nasionalisme
Ø  Manfaat Pendidikan Pancasila


3. TUJUAN

1.      Mahasiswa memahami nasionalisme
2.      Mahasiswa mengetahui pentingnya pendidikan pancasila dalam meningkatkan semangat nasionalisme








BAB 2. PEMBAHASAN

1 .     Pengertian Nasionalisme

  Ø  Secara etimologi, Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna yaitu kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan

  Ø  Menurut Ensiklopedi Indonesia : Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan dengan meletakkan kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsanya.

  Ø  Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

  Ø  Bertolak dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.

Nasionalisme menurut para ahli :

  1.  Hans Khon(Redja Mudyaharjo, 2002) mengemukakan nasionalisme adalah sebagai kemauan hidup bersama, yaitu suatu paham yang memberi ilham kepada sebagian terbesar penduduk dan mewajibkan dirinya untuk mengilhami anggota-angotanya. 
  2. Joseph Ernest Renan(1822-1892) mengemukakan pengertian nasionalisme yang didasarkan atas manusia, bahwa bangsa itu adalah segerombolan manusia yang berkehendak untuk bersatu.
  3. Louis Snyder mengemukakan bahwa nasionalisme adalah hasil dari faktor-faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual pada suatu tahapan dalam sejarah.Seperti yang terjadi di indonesia, perjuangan yang di lakukan untuk mengusir para penjajah dari tanah air sejak tahun 1908 itu bersifat nasional atau nasionalisme.


      2.        Faktor-faktor dalam nasionalisme

•Faktor Internal

1.      Perlakuan diskriminatif dari kolonial dan Imperialis Barat (Belanda) menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan terhadap rakyat Indonesia yang akhirnya menimbulkan perasaan senasib. Contohnya tanam paksa, monopoli, diskriminasi dasb. Untuk mengetahui keaadan tanam paksa cobalah Anda amati foto berikut ini. Bagaimana pendapat Anda.

2.      Adanya kenangan kejayaan masa lalu.

3.      Timbulnya kaum cerdik pandai akibat adanya politik Ethis Van Derenter. Golongan terpelajar itu menyadari akan nasib bangsanya sehingga terbentuk kepribadian, pola pikir dan etos juang yang tinggi untuk membebaskan diri dari penjajahan yang disadari tidak hanya dicapai melalui perjuangan fisik tetapi juga harus melalui kancah politik. Dan lahirnya kelompok terpelajar Indonesia tersebut menurut Sartono Kartodiardjo disebut nomines novi, yaitu orang-orang yang terbentuk karena faktor pendidikan dan memiliki sikap, pandangan dan orientasi tentang lingkungan masyarakatnya. Melalui kelompok ini paham demokrasi, nasionalisme, komunisme dan liberalisme masuk.

4.      Lahirnya kelompok terpelajar Islam. Mereka menjadi agen perubahan / agen pengubah cara pandang masyarakat, bahwa nasib bangsa Indonesia tidak dapat diperbaiki melalui belas kasih penjajah seperti melalui politik etis.



•Faktor Eksternal

  1.      Munculnya fase kesadaran pentingnya semangat nasional dan perasaan senasib.

  2 .Peristiwa PD1 menyadarkan para terpelajar mengenai penentuan nasib sendiri.

  3.      Upaya-upaya untuk meningkatkan rasa nasionalisme

•Meningkatkan jiwa Nasionalisme

Nasionalisme bisa diartikan merupakan sikap mencintai dan bangga akan segala sesuatu yang ada di dalamnya, serta rela berkorban untuk menjaganya. Dari pengertia tersebut ada beberapa sikap yang menurut penulis bisa menambah sikap nasionalisme, yaitu:

1.      Memulai menggunakan barang-barang hasil bangsa sendiri, Karena bisa menambah rasa cinta dan bangga akan hal yang di buat oleh tangan-tangan kreatif penduduknya.

2.      Memulai memperhatikan perjungan para pahlawan dalam mempertahankan bangsa ini, dengan keringat, darah bahkan nyawa meraka rela korbankan untuk bangsa ini. Bisa dilakukan dengan beberapa perbuatan misalkan membaca, menonton, mengunjungi hal-hal yang berkaitan tentang sejarah bangsa ini lahir. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan jiwa nasionalisme yang sudah ada dari masing-masing individu.

3.      Memulai menciptakan prestasi dalam semua bidang misalkan dar bidang olah raga, akademik, Teknologi dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk menambahkan rasa bangga dan sikap rela bekorban demi bangsa. Biasanya hal inilah yang paling banyak membuat pegaruh dalam diri seseorang dalam menigkatkan jiwa nasionalisme.


•Meningkatkan sikap Demokrasi

Dalam rangka mengoptimalkan perilaku budaya demokrasi maka sebagai generasi penerus yang akan mempertahankan negara demokrasi, perlu mendemonstrasikan bagaimana peran serta kita dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Prinsip-prinsip yang patut kita demonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi, antara lain sebagai berikut:

1. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku.
2. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani.
3. Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
4. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau anarkis.
5. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis.
6. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah.
7. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, dan negara.
8. Menggunakan kebebasan dengan penuh tanggung jawab.
9. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun.


•Mencintai keberagaman Adat, Budaya dan Agama

Keberagaman adat, budaya dan agama merupakan cirri khas dari bangsa Indonesia. Dari sabang sampai marauke memiliki banyak keberagaman adat, budaya, agama dan lain sebagainya, yang mungkin kita sendiri belum tahu betapa dahsyat keberagaman keindahan dan budaya yang bangsa kita mililki. Berikut adalah hal-hal yang mungkin bisa kita lakukan agar kita tahu dan bangga akan keberagaman yang di miliki oleh bangsa ini, diantaranya:

1.      Mulai mencari tahu tentang kebeagaman bangsa ini dan menggunjungi tempet-tempat tersebut.

2.      Mulai membuka mata dan melihat betapa keunikan bangsa kita ini dari segi budaya, sangat memiliki cirri khas yang tidak di miliki bangsa lain dan sudah banyak orang asing yang mau belajar dan mempelajari keberagaman budaya yang kita miliki.

3.      Mulai mencoba kebiasaaan-kebiasaan yang dimiliki oleh bangsa kita ini, contohnya seperti selalu senyum bila bertemu seseorang yang di kenal maupun itu orang yang baru di kenal. Karena hal inilah bangsa Indonesia menjadi bansa yang ramah di menurut bangsa asing yang pernah berkunjung di Indonesia.

4.      Bangga dan melestarikan kekayaan budaya yang di miliki bangsa ini dalam kehidupan sehari-hari

1. Peran Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila merupakan hal penting yang harus di dapatkan oleh setiap warga negara Indonesia.  Pendidikan pancasila harus di lakukan dan dia ajarkan kepada setiap warga negara indonesia karena pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia.
Karena dengan mengajarkan pendidikan pancasila akan menambah rasa nasionalisme warga negara Indonesia. Dengan di ajarkan nilai - nilai pancasasila yang merupakan jati diri bangsa indonesia maka mereka akan memiliki rasa nasionalisme. Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan  Pancasila akan diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:

 1) Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan
 2) Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara.
 3) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia tidak rendah diri
 4) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa
 5) Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
 6) Mengembangkan sikap tenggang rasa
 7) Tidak semena-mena terhadap orang lain
 8) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
 9) Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
 10) Berani membela kebenaran dan keadilan
 11) Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia.
Pendidikan pancasila sangat di perlukan untuk masa sekarang ini karena dengan mulai lunturnya budaya bangsa, pengaruh globalisasi yang semakin mengkhawatirkan dan mulai hilangnya rasa toleransi di antara warga Indonesia. Pendidikan Pancasila harus di selanggarakan dengan serius, karena menginggat betapa pentingnya pendidikan ini.
Pemerintah seharusnya juga mendukung pendidikan yang hendak dicapai dengan kesesuaian  kurikulum. Maka dalam pembentukan kurikulum harus berdasarkan pancasila agar tujuan umum pendidikan nasional Indonesia mampu tecapai. Berdasarkan pancasila tujuan yang hendak pendidikan yang diinginkan oleh sekolah pun akan lebih terarah.

Kurikulum ini menunjaukkan segala hal yang akan dipelajari untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya, untuk itu pembentukan kurikulum disesuaikan dengan tujuan nasional Indonesia agar tujuan pendidikan purn dapat tercapai sebagaimana mestinya. ,ala berdasarka kurikulum harus sesuai pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Dengan pendidikan pancasila yang baik maka dapat membangun karakter Secara umum konsep karakter meliputi beberapa bagian, diantaranya:

1.         Karakter Individual
Yaitu nilai-nilai kebajikan yang terdapat dalam diri seseorang dan terimplementasi dalam perilaku seseorang. Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan dari empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan olah karsa.

Olah hati berkenaan dengan perasaan, sikap dan keyakinan/keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggungjawab.
Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif menghasilkan pribadi cerdas.
 Olah raga berkenaan proses persepsi, kesiapan, peniruan dan penciptaan aktivitas baru disertai sportifitas menghasilkan sikap bersih dan sehat.
Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreatifitas yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan kreatifitas. Dengan demikian terdapat enam karakter utama dari seorang individu yakni jujur, bertanggung jawab, cerdas, bersih, sehat, peduli, dan kreatif.

2.   Karakter Privat dan Karakter Publik
Karakter privat meliputi tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu. Karakter publik meliputi kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan, berpikir kritis, kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi dengan orang lain.

Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan pancasila tertuang dalam undang-undang yang dinyatakan bahwa “Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sampai saat ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut:

1.      Pendidikan Pancasila secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga Negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggungjawab.

2.      Pendidikan Pancasila secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.

3.      Pendidikan Pancasila secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai dan pengalaman belajar dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan pendidikan pancasila yang baik maka dapat mempersiapkan para peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan cakap karakter, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab.
BAB 3. PENUTUP

1.  Kesimpulan

            Pendidikan Pancasila merupakan upaya sadar bangsa dan negara untuk memberikan pengetahuan mengenai hubungan antara konsep-konsep dalam paradigma negara kepada seluruh warga negara.

Pendidikan Pancasila sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola pembelajaran yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut pendidikan kewarganegaraan juga harus  mengembangkan pendidikan nilai.

2.      Saran
·         Batapa pentingnya pendidikan pancasila untuk meningkatkan semangat Nasionalisme sehingga harus di laksanakan dengan baik.
·         Bangsa Indonesia harus bertahan dengan gerusan arus globalisasi.
·         Pendidikan Pancasila sangat penting untuk pembentukan karakter bangsa Indonesia.
·         Pemerintah juga harus berperan aktif untuk mendukung pendidikan pancasila.


Daftar Pustaka









Sejarah Berkembangnya Bahasa

Bahasa

Definisi bahasa adalah sistem tanda yang arbiter dan konvesional. Bahasa sebagai system tanda terbagi menjadi dua, yaitu: signifie dan signifiant. Ketika seorang berbicara tentunya ada konsep dalam pikirannya, bentuk bahasa yang masih berupa konsep dinamakan signifie. Jadi, signifie sifatnya masih abstrak. Sedangkan signifiant adalah bunyi ujar yang dikeluarkan ketika orang berbicara.Arbitrer berarti semaunya. Inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan bahasa di dunia ini karena untuk menamakan sesuatu penutur bahasa sesukanya/sesukanya dalam menamakan benda-benda yang ada disekitarnya.Konvensional berarti bahwa bahasa harus disepakati oleh pemakai bahasa tersebut. Apabila tidak terjadi kesepakatan antarpenutur maka tidak akan menjadi sebuah bahasa.

Melayu Kuno

Penyebutan pertama istilah "Bahasa Melayu" sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Berbagai batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:
  1. Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683
  2. Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684
  3. Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686
  4. Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688
Yang kesemuanya beraksara Pallawa dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.
Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di
  1. Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha
  2. Bogor, Prasasti Bogor, tahun 942
Kedua-dua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada ketika itu bukan saja dipakai di pulau Sumatra, melainkan juga dipakai di pulau Jawa.
Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan.

Penyempurnaan ejaan

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
  1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
  2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
  3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
  4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

Ejaan Soewandi

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
  1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
  4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
Tj
ch
c
dj
j
j
ch
kh
kh
nj
ny
ny
sj
sh
sy
j
y
y
oe*
u
u
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

Pengaruh terhadap perbendaharaan kata

Ada empat tempo penting dari hubungan kebudayaan Indonesia dengan dunia luar yang meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.

Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M)

Sejumlah besar kata berasal dari Sanskerta Indo-Eropa. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, putra, pura, kepala, mantra, cinta, kaca)

Islam (dimulai dari abad ke-13 M)

Pada tempo ini diambillah sejumlah besar kata dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat, kertas)

Kolonial

Pada tempo ini ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya yaitu dari Portugis (contohnya: gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan Belanda (contohnya: asbak, kantor, polisi, kualitas)
Pasca-Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya) banyak kata yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isu). Dan ada juga Neo-Sanskerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, (contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila)
Selain daripada itu bahasa Indonesia juga menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, cukong).
Ciri-ciri lain dari Bahasa Indonesia kontemporer yaitu kesukaannya menggunakan akronim dan singkatan.

Senarai jumlah kata serapan dalam bahasa Indonesia

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.
Asal Bahasa
Jumlah Kata
3.280 kata
1.610 kata
1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuna
677 kata


290 kata
131 kata
83 kata
63 kata
7 kata
Sumber: Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).

Penggolongan


Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra